Bunuh Diri dalam Birokrasi?




Sering kita tersesat dalam belantara birokrasi, yang kita buat sendiri. Skema serta mekanisme kerja yang sebetulnya harus terus terbukti dalam lapisan-lapisan manajerial, terkadang memaksakan kita untuk selekasnya tampilkannya dalam aplikasi tehnologi info, supaya nampak bagus serta pro.

Tetapi, saat skema info itu hampir usai, program yang dipakai tidak up to date lagi. Serta tepaksa harus mengawali dari pertama dengan aplikasi program yang sedang tren sekarang ini. Jangan diberi pertanyaan apa aksi ini efektif atau mungkin tidak, yang pasti sich cukup untuk memberikan makan anak yatim 200 orang semasa satu tahun.

Banyak organisasi usaha ingin tetap tampil fresh, bagus serta nampak sophisticated, seperti organisasi-organisasi usaha biasanya, walau anggarannya belum mencukupi, tetapi saat skema info yang dibuat tidak disertai dengan standar operating procedure (SOP) yang pasti serta mencukupi. Wal hasil, mekanisme yang teraplikasi dalam skema info digital itu, cuma memperkuat beberapa penangguhan kerja, alias pekerjaan dalam organisasi jadi makin lamban serta stagnant.

Birokrasi adalah mekanisme yang tetap diselimuti beberapa ketentuan untuk membuat lancar proses kerja serta hindari penyelewengan-penyimpangan, dan kebocoran-kebocoran administratif. Penyelewengan serta kebocoran administratif ini, umumnya berbentuk penyimpangan kuasa yang bersumber pada kerugian dengan cara finansial serta kerugian dengan cara kepribadian, berbentuk kebodohan susunanal yang selanjutnya bertambah jadi kritis performa karyawan.

Walau sebenarnya, fakta kehadiran birokrasi ialah suatu hal yang baik serta positif. Tapi, dalam praktiknya, birokrasi sering jadi penghalang pekerjaan, serta untuk penghambat perkembangan mengarah yang lebih bagus, sekaligus juga untuk pembunuh kreativitas serta spontanitas gerak organisasi.

Cukup banyak, petinggi serta beberapa orang yang dipandang pimpinan, yang notabene berlaku pengecut, bersembunyi dibalik birokrasi ini cuma untuk mematahkan dinamika perkembangan yang berlangsung dengan cara alamiah, bagus di dalam sikap organisasi atau dalam praksis manajemen setiap hari. Fakta sebetulnya ialah ketakutan mereka pada perkembangan serta ketakutan untuk kehilangan tempat.

Tetapi, fakta itu terus-terusan dibalut dengan alasantasi birokratis, buat tutupi mentalitas pengecut yang bersembunyi di baliknya. Hingga, birokrasi jadi pembenaran buat sikap pengecut serta ketakutan terlalu berlebih pada suatu hal yang tidak mereka kenali (fear of the unknown).

Horkheimer serta Adorno, memperjelas jika birokrasi ialah nyawa dari skema di pemerintahan atau usaha kekinian (1944). Disamping itu, skema menurut Niklas Luhmann, seorang pemikir teori skema, jika birokrasi mempunyai tujuan untuk kurangi kesukaran di dunia, hingga produktivitas dapat bertambah searah dengan proses pengurangan kesukaran itu (Luhmann, 1984).

Dasar dari langkah memikir yang ada di birokrasi serta skema, tidak lain serta tidak bukan, ialah rasionalitas instrumental, yaitu langkah memikir yang memprioritaskan kontrol, efektivitas, efisiensi, serta berbentuk impersonal. Hingga, tidak disangsikan lagi jika birokrasi serta skema jadi pilar penyangga sebagian besar organisasi kekinian sekarang ini.

Perlu dicatat juga, jika arah awal dari keberadaan rasionalitas instrumental di birokrasi serta skema untuk kurangi kesukaran dalam mengurus manajemen organisasi. Serta, semuanya bersumber pada pembangunan mekanisme kerja.


 

Postingan populer dari blog ini

Healthy Lifestyle

the world’s tallest steel-timber hotel to be built at Victoria Square

the same regardless of the architecture